Monday 14 August 2017

Hangzhou Menjadi Model Kota Budaya

Blusukan dari Wilayah Cina Selatan Sampai Utara

Hangzhou dan Suzhou Menjadi Model Kota Budaya yang Indah
Drs. H. Bambang P. Sumo, MA
Pengamat Masalah Sosial Tinggal di Jakarta

Berbeda dengan Shanghai yang merupakan kota besar yang padat penduduk yang penuh hiruk pikuk, Kota Hangzhou (baca: hang-cow) menjadi kontras baik dalam skala besar dan situasi kotanya. Hangzhou bisa dikatakan sebagai kota alternatif bagi penduduk Shanghai untuk menghilangkan kepenatan rutin sehari- hari dari desahan kota megapolitan. Jarak Shanghai ke Hangzhou hampir sama dengan satu setengah kali perjalanan Jakarta - Bandung yang bisa ditempuh dengan bus melalui jaringan tollway yang cukup nyaman sekitar 3,5 jam. Hangzhou menjadi kota peristirahatan yang sejuk, dengan suhu yang lebih dingin dibanding dengan Shanghai pada bulan Maret lalu atau menjelang Spring atau musim semi, suhu waktu itu di Hangzhou sekitar 12 derajad Celsius sedangkan Shanghai 17 derajad.


Kota Surga
Tidak salah kalau Kota Hangzhou disebut laksana surga. Oleh karena itu ada pameo terkenal masyarakat Hangzhou, yang mengatakan:”Di atas langit ada surga, di atas bumi ada Kota Hangzhou”. Keindahan itu makin terasa pada saat menjelang musim semi di Hangzhou yang bergunung-gunung dengan perkebunan tehnya (teh hijaunya sangat terkenal) dan dikelilingi pepohonan hijau di seluruh kotanya, ya terasa sangat indah. Di sepanjang jalan dan di taman-taman kota dipenuhi tanaman bunga Sakura dan bunga Persik yang mulai berbunga, cantik sekali. Ternyata Sakura bukan monopoli Jepang saja yang berjuluk negeri Sakura tapi di beberapa kota di Cina pun bunga Sakura menghiasi taman-taman dan jalan-jalan. Kota Hangzhou merupakan kota kuno yang telah berusia 2.200 tahun, mulai dibangun oleh Dinasti Song. Kota kembarannya adalah Suzhou (baca: Su-cow), dapat ditempuh selama dua jam perjalanan darat dengan bus melalui jalan tol. Suzhou juga merupakan kota legenda yang sudah tua atau usianya sudah 2.500 tahun, lebih tua dan saat itu lebih dingin dari Hangzhou. Konon jaman dulu merupakan kota untuk tetirah para raja di Beijing, dengan menempuh perjalanan selama berhari-hari melalui sungai. Berada di kota-kota ini, kita jadi teringat dengan kota Bogor dan Puncak, cuma saja kota Hangzhou dan Suzhou ini lebih teratur, bersih dan indah. Lalu lintas di kota-kota di China pada umumnya lebih teratur dibanding di Indonesia. Di China alat transportasi yang ada adalah bus kota, trem, taxi, subway, kereta, sedangkan masyarakat sangat sedikit sekali yang menggunakan sepeda motor. Sangat sedikitnya sepeda motor di China karena sepeda motor dianggap rentan terhadap kecelakaan dan masyarakat banyak menggunakan public transportation. Jalan- jalan tertata dengan baik, dan banyak trotoar untuk pejalan kaki dibangun di sepanjang kali, sedangkan antara jalan dan trotoar dipisahkan oleh taman yang banyak ditanami bunga Sakura dan Persik. Melihat itu kita menjadi sangat iri, dimana para pejalan kaki di China ini dimanja dengan sarana yang nyaman. Sebaliknya di negeri kita, para pejalan kaki sudah tidak dianggap lagi. Kalau toh ada trotoar untuk pejalan kaki, sarana tersebut sudah diokupasi oleh pedagang kaki lima, bahkan malah digunakan para pengguna sepeda motor yang jumlahnya sudah diluar batas dan perilaku berkendaraannya tanpa etika dan aturan.

Dari Sam Pek Engthay Sampai Ayam Pengemis
Sam Pek Engthay merupakan legenda Romeo dan Juliet ala China yang sangat terkenal di Hangzhou, bahkan di China dan juga terkenal di luar China. Di Indonesia pun banyak masyarakat yang mengenal legenda percintaan yang berakhir tragis tersebut. Bahkan Nano Riantiarno telah mementaskan cerita tersebut dengan versi teaternya berkali kali. Masyarakat dapat melihat pementasan opera Sam Pek Engthay yang sangat indah di gedung yang megah dengan membayar tiket 280 Yuan atau sekitar Rp 450.000, melalui sajian tarian dan nyanyian dukungan multimedia yang luar biasa. Wisata di China memang telah dikelola dengan baik, juga infrastruktur pendukung pariwisata pun telah tertata dengan baik.
Legenda lainnya dari Hangzhou yang sangat terkenal, bahkan sudah difilmkan dan popular di Indonesia adalah legenda Siluman Ular Putih di West Lake atau Danau Xi Hu yang luasnya 6,7 kilometer persegi. Di danau ini juga terkenal dengan legenda jembatan putus, dan jembatan tersebut sampai kini masih ada dan sebetulnya jembatan tersebut tidak putus hanya sebagian tertutup salju. Sampai sekarang banyak orang yang masih ingat film Siluman Ular Putih yang sempat menjadi tontonan favorit di Indonesia tersebut.  Sedangkan Suzhou terkenal dengan pabrik suteranya, di sini ada mulai dari ternak ulat sutera sampai membuat sutera dan produk barangnya, juga toko untuk produknya. Proses pembuatan sutera ini telah dikemas dengan menarik menjadi obyek wisata, dan wisatawanpun digiring untuk membeli produk-produknya yang dijual di toko di area pabrik tersebut. Bisakah kita meniru seperti ini dan sebetulnya banyak hal di negeri kita yang bisa dikemas menjadi obyek wisata yang menarik.

Hangzhou juga terkenal dengan pahlawannya, yaitu pahlawan bangsa China, Yue Fei, yang berasal dari desa  Kungfu,  Desa Henan. Kepahlawanannya diabadikan dalam bentuk kuil yang disebut Yue Fei Temple. Dalam soal makanan, Hangzhou terkenal dengan makanannya yang enak-enak, salah satunya adalah “beggar chicken” atau ayam pengemis. Konon di jaman itu ada seorang pengemis yang kelaparan, kemudian pengemis tersebut karena sudah tidak tahan lagi menahan lapar, dia mencuri ayam di rumah penduduk dan memasaknya dengan cara dikukus dengan daun teratai. Pada saat dia memasak tersebut, bau wangi masakannya sampai kemana-mana yang membuat penduduk mencari-cari sumber bau masakan yang enak tersebut. Ternyata ada seorang pengemis sedang memasak ayam yang dikukus dengan daun teratai, maka terkenallah masakan tersebut dengan “Ayam Pengemis”. Ini sebetulnya seperti ayam pepes yang dibungkus daun teratai. Di negeri kita dan daerah-daerah kabupaten atau kota
sebetulnya banyak makanan khas yang dapat dikemas lebih menarik untuk dikenalkan kepada para wisatawan.


Naik Bullet Train dari Shanghai ke Beijing

Blusukan dari Wilayah China Selatan Sampai Utara
Naik Bullet Train ke Beijing, Simbol Keberhasilan Program Transportasi China
Drs. H. Bambang P. Sumo, MA
Pengamat Sosial Tinggal di Jakarta


Anomali cuaca terjadi di China dan juga di belahan dunia  yang lain, kalau pertengahan bulan Maret lalu di beberapa kota di China seharusnya sudah memasuki awal Spring atau musim semi yang indah, tapi minggu ketiga Maret lalu masih terasa sisa-sisa Winter atau musim dingin. Sisa-sisa salju masih kita temui pada siang hari di Kota Terlarang atau Forbidden City dan Lapangan Tianamen yang menjadi pusat pemerintah dan politik China. Di Beijing salju masih turun secara sporadis  dan suhu bisa mencapai minus 4, keadaan itu juga terjadi di belahan dunia lain seperti di Jerman. Teman penulis Mbak Pepeng yang tinggal bersama suaminya yang alumnus ITB di Desa Pinneberg pinggiran Kota Hamburg mengatakan kalau salju di rumahnya masih tebal dan dia harus terus-menerus membersihkan salju, padahal pemerintah sudah mengumumkan kalau Jerman sudah memasuki Spring. Tinggal dan berlibur di akhir musim dingin dan menjelang musim semi di wilayah China Selatan sampai Utara  atau katakan dari Shanghai sampai Beijing terasa nyaman. Menjelang musim semi ini pohon-pohon Sakura dan Persik yang ditanam di sepanjang kota Hangzhou, Suzhou dan Beijing sudah mulai berbunga ditambah keindahan tanaman kayu lainnya yang daunnya berguguran belum bersemi, dan yang aneh tanaman sejenis cemara daunnya tidak gugur di musim dingin.


 Infrastruktur di China
Jalan-jalan yang menghubungkan antar kota umumnya mulus dan lebar, jaringan jalan tol juga secara luas dan besar-besaran dibangun untuk mempercepat hubungan antar wilayah dan kota serta untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Jalan tol di sini umumnya menggunakan model kartu akses yang tidak perlu antri bila memasuki atau keluar tol, karena sudah membayar deposit untuk tol, sehingga tidak terjadi antrian panjang di tol. Jalan-jalan dalam kota pun lebar-lebar dan mulus, di sepanjang jalan ditanami pohon-pohon penghijauan yang indah dan juga banyak terdapat ruang terbuka hijau. Jalan-jalan di kota Beijing yang ditempati oleh 20 juta penduduk terasa penuh apalagi pada jam-jam kerja, namun meskipun kemacetan cukup parah khususnya pada jam sibuk, tapi kendaraan masih cukup teratur dan antri rapi, tidak seperti di Jakarta yang semrawut. Jalan-jalan kota dibangun bertingkat-tingkat untuk memberi akses kepada kendaraan, tapi tetap saja jalan raya terasa tidak mencukupi. Pemerintah kota Beijing juga mengembangkan moda transportasi lainnya seperti subway atau kereta bawah tanah, selain bus kota. Moda transportasi melalui kereta api dikembangkan secara intensif dan besar-besaran, panjang jalur kereta di China saat ini ada 90 ribu kilometer bandingkan dengan Indonesia yang hanya 6000 kilometer, malahan jalur-jalur kereta api yang dulu pernah ada sekarang banyak yang hilang dan pembangunan double track Jakarta-Surabaya saja tidak pernah rampung-rampung. Malahan China sekarang mengembangkan kereta super cepat atau bullet train(China Railway Highspeed), yang diresmikan pada 7 januari 2012, ke seluruh wilayah China, bahkan kemungkinan di masa depan akan terhubung dengan India dan Negara-negara di Asia atau bahkan sampai Moskow. Untuk ini pemerintah China mengklaim memiliki bullet train terbanyak serta tercepat (300 kilometer per jam) di dunia. Ketika penulis mencoba naik kereta peluru/bullet train yang betul-betul bentuk fisiknya seperti peluru dengan warna silver terang dengan garis biru sedangkan interior dalamnya menggunakan kursi jok beludru biru yang sangat nyaman dan longgar,  dari Kota Suzhou ke Beijing yang berjarak sekitar 1.500 kilometer, perjalanan yang ditempuh selama 5jam terasa menyenangkan karena serasa naik mobil Alphard tanpa suara dan goncangan, selain itu juga didalam kereta terpasang heater sehingga cuaca dingin di luar kereta tidak terasa. Di kereta para penumpang bisa beli makanan atau minuman, atau malahan kita boleh minta air panas bila kita sudah bawa kopi sachet atau mie cup. Membayangkan kereta peluru bisa dibangun di Indonesia menjadi terasa mimpi, karena perkeretaapian yang ada saja terasa ketinggalan jaman dan jalur kereta api yang ada juga tidak pernah bertambah. Kebijakan perkeretaapian di negeri kita tercinta ini terasa tidak jelas mau ke arah mana, dan kelihatannya akan sulit untuk berkembang selama masih ada dua nahkoda yang mengurusi masalah kereta api, yaitu PT. KAI  yang dinahkodai oleh Ignatius Jonan sebagai operator dan Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan yang bertanggung jawab untuk infrastrukturnya. Padahal di negeri yang besar dan luas ini moda kereta api bisa digunakan untuk angkutan massal yang cepat bagi penumpang dan barang.

Kebijakan Perumahan
Ketika naik bus dari Shanghai ke Hangzhou melalui jalan tol, sepanjang perjalanan di kanan-kiri jalan tol bisa kita temui banyak apartemen kelas menengah baik yang sudah berdiri amaupun sedang dalam proses pembangunan. Kebijakan perumahan Pemerintah China lebih mengarah pada pembangunan rumah vertikal dibandingkan landed house. Oleh karena itu pemerintah telah banyak membangun apartemen bagi warganya. Namun dari pandangan mata yang kita temui di sepanjang jalan tersebut banyak sekali ditemui apartemen yang kosong melompong tanpa penghuni. Menurut temen penulis yang warga Hanzhou, katanya orang banyak yang tidak mau tinggal di pinggir kota Shanghai karena jauh dari tempat kerja. Kalau di tengah kota Shanghai banyak kita temui juga apartemen-apartemen mewah dan kelas menengah. Di apartemen kelas menengah-bawah ini banyak ditemui jemuran-jemuran pakaian yang menggantung menghiasi apartemen, berbeda dengan di Beijing yang hampir tidak kita temui gantungan jemuran baju terjuntai di apartemen karena ada peraturan pemerintah kota yang melarang penghuni apartemen menggantung jemuran di apartemen. Kebijakan tentang vertical houses atau model apartemen ini seharusnya sudah menjadi kebijakan pemerintah Indonesia dalam masalah perumahan, mengingat lahan untuk perumahan yang makin terbatas sehingga sekarang ini pembangunan perumahan ataupun industrial estates banyak merambah tanah-tanah produktif dan tanah resapan ataupun perbukitan atau daerah yang seharusnya untuk penghijauan. Padahal dahulu pada waktu awal-awal Perumnas berdiri, mereka waktu itu mempunyai kebijakan membangun flat-flat bertingkat seperti di Perumnas Klender Jakarta, tapi kebijakan itu tidak berlanjut malahan membangun rumah-rumah batako kecil-kecil.
Pemerintah China juga mempunyai kebijakan yang cukup tegas tentang perumahan, dimana setiap orang yang belum berkeluarga hanya diperbolehkan memiliki satu rumah, sedangkan bagi warga Beijing dan Shanghai yang sudah berumah tangga, ada peraturan bahwa mereka boleh memiliki rumah kedua (sebagai batas kepemilikan rumah) dengan catatan rumah kedua akan kena pajak yang tinggi. Jadi tidak seperti di Indonesia bahwa setiap orang atau keluarga bisa memiliki rumah sebanyak-banyaknya. Mungkin ada baiknya juga kalau pemerintah Indonesia dalam kaitan dengan pemerataan kepemilikan rumah dan keterbatasan lahan serta untuk menjaga kelestarian lingkungan, karena banyak warga masyarakat yang belum memiliki rumah, pemerintah bisa menerapkan kebijakan pembatasan kepemilikan rumah.
Kemajuan China di berbagai bidang memang luar biasa, ekonomi China tumbuh pesat dan tertinggi di dunia meskipun sekarang agak melambat, pada saat perekonomian Eropa juga Amerika Serikat terpuruk. Kemajuan China diawali pada saat Deng Xiaoping  pada tahun 1978, dan dia harus memberesi dampak dari carut marutnya Revolusi Kebudayaan, melalui Revolusi Kedua atau “Second Revolution” dia menerapkan kebijakan ekonomi atau economic reforms, dan kebijakan yang mengarah pada stabilitas politik dan keamanan telah membawa kemajuan China menjadi disegani oleh Negara-negara lain di dunia. Deng telah membuka diri terhadap dunia dan ekonomi China mulai diorientasikan ke ekonomi pasar. Dialah peletak dasar China modern. Indonesia ada peluang mengejar kemajuan China asal kita memang focus dan serius dalam membangun negeri ini, tidak hanya sibuk berwacana politik dan rebut terus, bukan menjadi bangsa yang pintar berbicara dan teriak-teriak tapi tidak mau bekerja keras.


Pelayanan Publik, Janji Negara Kepada Masyarakat

PELAYANAN PUBLIK, JANJI NEGARA KEPADA MASYARAKAT

Sebelum tersambungnya tol Brexit dengan tol Pemalang sampai Batang pada lebaran tahun 2017 ini, masih terngiang dalam ingatan kita kejadian akhir tahun 2016 yaitu  terkait dengan buruknya pelayanan publik di bidang transportasi dan manajemen lalulintas.  Buruknya pelayanan publik itu berdampak kemacetan sangat parah di seluruh jalan tol di Jakarta, Cikampek dan Cipali beberapa waktu lalu saat menghadapi liburan panjang hari Natal dan berujung pada mundurnya Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Djoko Santoso.
Potret tersebut sebetulnya cerminan dari masih buruknya mayoritas pelayanan publik di negeri ini. Penyelenggara negara dan pemerintahan yang menjadi penyelenggara pelayanan publik masih abai dengan tanggung jawabnya dalam melayani warga. Mereka masih saja melaksanakan pelayanan dengan cara-cara “business as usual” alias napak kebo ataupun bekerja ala kadarnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan belum ada greget ataupun terobosan serta  disruptive inovasi dalam peningkatan kualitas pelayanan. Belum ada perubahan mindset bahwa mereka harus menjadi pelayan publik yang baik, sebaliknya malah terus minta dilayani dan bahkan minta “diservice” alias ada “hanky panky”. Hanya sekedar melakukan apa yang sudah berjalan selama ini. Masyarakat belum banyak merasakan nyamannya buah pembangunan. Malahan beberapa warga masyarakat di Banten Selatan sewaktu dikunjungi sering mengeluh dengan sinis bahwa mereka merasa negeri ini belum merdeka atau ada yang mengatakan: “Hanya inikah yang negara janjikan kepada kami”.
Bukti dari buruknya kualitas pelayanan publik di negeri ini antara lain buruknya trasportasi di berbagai kota di Indonesia; jalan-jalan yang rusak masih berserakan di seluruh pelosok negeri termasuk yang sangat parah adalah di wilayah-wilayah perbatasan, jalan penghubung antar kecamatan dan antar desa; bangunan sekolah dasar yang compang-camping sehingga siswa terpaksa belajar di emperan bangunan atau siswa belajar tanpa ruangan kelas yang layak dan duduk bersila di ubin serta masih adanya pungutan di sekolah dengan berbagai modus; pelayanan rumah sakit yang masih banyak dikeluhkan; pelayanan perijinan yang berbelit dan mengalami penundaan yang berlarut, tidak kompeten dan penyalahgunaan kewenangan, juga pungutan di luar ketentuan yang masih marak. Hampir semua pelayanan di sektor-sektor lain juga masih buruk. Hal tersebut bisa dilihat dari hasil penelitian kepatuhan pelayanan publik terhadap standar pelayanan publik berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ombudsman Republik Indonesia selama beberapa bulan pada tahun 2015, hanya ada 3 provinsi yaitu Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan yang dianggap memiliki kepatuhan tinggi terhadap standar pelayanan publik, atau berada di Zona Hijau. Demikian juga hanya ada 3 kabupaten/kota yang berada di Zona Hijau, yaitu Lubuk Linggau, Pontianak dan Kota Yogyakarta. Sedangkan sebagian besar provinsi dan kabupaten/kota lainnya di Indonesia berada di Zona Kuning dan Zona Merah, atau bisa dikatakan daerah tersebut tingkat kepatuhan terhadap standar pelayanan publik dalam tingkatan sedang dan rendah. Provinsi Banten dan kabupaten/kotanya berada di Zona Merah alias tingkat kepatuhan pelayanan publiknya rendah. Hanya terdapat beberapa instansi vertikal di Banten yang tingkat kepatuhan  pelayanan publiknya tinggi atau berada di Zona Hijau, yaitu Samsat Kota Serang, Kantor Balai Karantina Pertanian Kelas II Kota Cilegon, dan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tangerang. Demikian juga pada suvey kepatuhan pelayanan publik pada tahun 2016, hasilnya tidak jauh berubah. Masih banyak propvinsi, kabupaten, kota yang berada di zona merah atau memiliki pelayanan public yang masih buruk dan belum sesuai dengan standar pelayanan public yang diamanatkan oleh UU 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. Dengan demikian masyarakat belum banyak menikmati hasil pembangunan yang dilaksanakan para penyelenggara negaradan pemerintahan. Kemungkinan hasil survey tahun 2017 ini juga masih banyak wilayah yang pelayanan publiknya masih buruk.
Komponen Standar Pelayanan
Mengapa sebagian besar produk layanan di instansi atau satuan kerja perangkat daerah (SKPD) atau organisasi perangkat daerah (OPD) di pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota dinilai tidak patuh terhadap standar pelayanan publik; sedangkan instansi vertikal lebih patuh terhadap ketentuan yang ditetapkan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik? Instansi vertikal lebih menyadari akan pentingnya menerapkan standar pelayanan publik dalam upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, dengan mematuhi ketentuan yang diamanatkan oleh undang-undang. Mereka membuat SOP yang harus dilaksanakan oleh seluruh kantornya di daerah. Di pihak lain, pemerintah daerah justru banyak abai dan tidak antusias dalam menerapkan standar pelayanan publik. Oleh karena itu tidak aneh apabila dari hasil penelitian terhadap standar pelayanan publik, sebagian besar pemerintah daerah masuk Zona Kuning atau kategori kepatuhan sedang dan Zona Merah kategori kepatuhan rendah. Untuk pelayanan publik di Provinsi Banten dan kabupaten/kota yang menjadi sasaran penelitian tersebut masuk Zona Merah yang berarti sangat rendah komitmennya untuk menyelenggarakan pelayanan publik yang baik dan berkualitas sesuai tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Ini berarti belum terjaminnya hak warganegara untuk mendapatkan pelayanan publik yang baik (the right to good administration).
Komponen standar pelayanan publik yang harus dipatuhi, antara lain terpampangnya persyaratan dari setiap produk layanan yang mudah diakses dan terlihat; terpampangnya sistem, mekanisme dan prosedur pelayanan; ditampikannya jenis-jenis produk pelayanan yang ada di instansi tersebut, jangka waktu penyelesaian layanan, dan besarnya biaya atau tarif untuk setiap produk pelayanan. Disamping itu juga harus menampilkan Maklumat Layanan; Sistem Informasi Pelayanan Publik, yang menyangkut ketersediaan informasi pelayanan publik elektronik dan non-elektronik (booklet, pamflet, website, monitor televisi, dan lain-lain). Selain itu juga perlu ada sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan, seperti ketersediaan ruang tunggu, ketersediaan toilet untuk para pengguna pelayanan, dan ketersediaan loket dan meja pelayanan. Disamping itu juga tempat pelayanan harus memperhatikan atau menyiapkan adanya pelayanan khusus, yaitu ketersediaan sarana khusus bagi pengguna layanan berkebutuhan khusus, seperti ram, rambatan, kursi roda, jalur pemandu, toilet khusus, dan ruang menyusui bagi ibu hamil. Komponen standar pelayanan lainnya yang penting adalah tersedianya sarana pengukuran kepuasan pelanggan, yang bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan menyediakan token berwarna hijau bagi pelanggan yang puas terhadap pelayanan, kuning yang cukup puas, dan merah yang tidak puas. Sehabis mendapat pelayanan, pelanggan bisa menilai pelayanan yang didapat dengan mengambil token sesuai warna yang dikehendaki dan memasukkan ke tempat yang disediakan sesuai warnanya. Komponen layanan lain yang harus ada di tempat pelayanan adalah adanya visi, misi dan motto pelayanan dari instansi tersebut. Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah pelayanan harus ditunjang dengan petugas pelayanan yang profesional, kompeten dan ramah serta rapi. Petugas juga perlu menggunakan ID Card dan pakaian yang menampilkan citra profesional.
Maladministrasi
Pelayanan publik yang buruk mengindikasikan adanya maladministrasi, sedangkan maladministrasi menuju pintu ke arah korupsi. Oleh karena itu dengan adanya upaya pencegahan maladministrasi ini diharapkan bisa mencegah dan mengurangi kasus-kasus korupsi yang terjadi di berbagai sektor, berbagai tingkatan dan lembaga penyelenggara pelayanan publik serta birokrasi di eksekutif, yudikatif dan legislatif. Maladministrasi sendiri menurut UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI pasal 1 adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immaterial bagi masyarakat dan orang perseorangan.
Dengan demikian upaya-upaya dalam pemberantasan korupsi sebaiknya tidak hanya fokus pada upaya-upaya penindakan tetapi juga dengan meningkatkan upaya pencegahan maladministrasi. Disinilah letak pentingnya fungsi Ombudsman RI dalam melaksanakan pengawasan atau fungsi checks untuk mencegah terjadinya maladministrasi. Sebagai state auxiliary institution, Ombudsman dapat melaksanakan fungsi checks multi arah termasuk vertikal ke atas dan juga menjadi balancing instrument bagi cabang kekuasaan dan lembaga negara lainnya, sepanjang sesuai dengan delegation of rule-making power yang diperintahkan undang-undang atau ketentuan hukum yang ada di atasnya (Hendro Nurtjahyo dalam disertasi “Fungsi dan Kedudukan Ombudsman Dalam System Checks and Balances Ketatanegaraan Indonesia, 2016).
Misalnya, kasus-kasus laporan maladministrasi di Provinsi Banten dari tahun ke tahun cenderung semakin meningkat, apabila pada tahun 2014 lalu Ombudsman RI Provinsi Banten hanya menangani 65 laporan, maka pada tahun 2015 telah meningkat drastis menjadi 120 kasus yang dilaporkan. Pada tahun 2016 meningkat menjadi 220 kasus pengaduan, dan di tahun 2017 ini dari Januari sampai pertengahan Agustus terdapat 160 kasus. Angka ini diyakini hanya berupa puncak gunung es, akan tetapi sebenarnya kasus maladministrasi pelayanan publik sangat besar. Masih banyak masayarakat yang segan dan takut melaporkan, atau banyak yang tidak tahu kemana mau melaporkan. Instansi yang banyak dilaporkan yang terbesar dan mendominasi laporan adalah pemerintah daerah. Selanjutnya BPN terkait kasus-kasus pertanahan; lembaga pendidikan negeri dan sektor kesehatan serta rumah sakit pemerintah, dan instansi yang menangani administrasi kependudukan, instansi yang mengeluarkan perijinan dan instansi yang menangani infrastruktur. Sisanya tersebar di berbagai instansi. Sedangkan dugaan maladministrasi yang terbesar adalah pengabaian kewajiban hukum karena ketidak patuhan terhadap standar pelayanan publik. Selanjutnya maladministrasi karena penyimpangan prosedur ; maladministrasi berupa penundaan berlarut yang terutama banyak ditemui di sektor perijinan dan administrasi kependudukan; ketidakkompetenan petugas; dan permintaan imbalan uang. Sedangkan kasus maladministrasi lainnya seperti penyalahgunaan wewenang, tidak memberikan pelayanan dan berbuat tidak patut dalam memberikan pelayanan.
Buruknya pelayanan publik terkait pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, transportasi, lingkungan hidup dan juga perijinan akan berdampak pada rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Banyak program dan kegiatan yang tidak memenuhi target sasaran yang diharapkan. Mengingat pengertian pelayanan publik sangat luas, atau bila merujuk ke UU Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Meningkatnya kasus-kasus maladministrasi di beberapa Provinsi berjalan seiring dengan meningkatnya kasus-kasus korupsi. KPK malahan menempatkan beberapa provinsi dijadikan fokus penanganan seperti  Provinsi Banten sebagai daerah langganan kasus korupsi yang ditangani KPK, dan menjadi fokus penanganan KPK bersama dengan Sumatera Utara, Riau, Papua dan Papua Barat serta Aceh.
Janji Kepala Daerah
Setelah terpilih dan dilantik, banyak kepala daerah yang hanya duduk manis menikmati singgasana empuk sambil banyak melakukan pencitraan dan melupakan janji yang telah ditebar semasa pemilihan kepala daerah. Masyarakat menunggu dari semenjak tahun pertama sampai akhir masa periode jabatan, janji tersebut tak kunjung berwujud. Masyarakat masih belum merasakan getar pembangunan wilayahnya, apalagi berbicara tentang kesejahteraan yang dijanjikan. Dalam kenyataan, pelayanan publik masih buruk dan tingkat kemiskinan serta pengangguran masih tinggi. Masyarakat masih mengeluhkan tentang pelayanan dasar yang belum seperti diharapkan. Dan sudah barang tentu masyarakat tidak pernah melupakan janji-janji yang mereka tebarkan dengan manisnya semasa kampanye pemilihan kepala daerah.
Kepala daerah menjadi harapan masyarakat untuk mewujudkan reformasi birokrasi di pemerintahan, tapi reformasi birokrasi sampai saat ini masih menjadi retorika dan belum banyak dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh penyelenggara negara dan pemerintahan. Birokrasi masih menikmati nyamannya situasi status quo dan juga terjebak harmony culture error dan seniority error yang menyebabkan pembuatan keputusan tidak bisa cepat karena memerlukan konsensus dan mematikan kreativitas, inovasi serta promosi masih urut kacang bukan karena kompetensi . Hanya beberapa kepala daerah yang bersungguh-sungguh mau melaksanakannya, meskipun seringkali mendapat hambatan serius dari aparat di bawahnya yang sudah merasa nyaman dengan situasi yang ada.
Kita berharap, kepala daerah baik yang lama maupun yang baru terpilih, melakukan perubahan yang signifikan terhadap tata kelola pemerintahan. Bersungguh-sungguh untuk memajukan daerahnya, tidak hanya sekedar membuat program-program populis atau program pencitraan dan tidak peduli dengan buruknya pelayanan publik serta tidak bisa mengangkat kesejahteraan masyarakat, menurunkan kemiskinan dan pengangguran. Disini diperlukan komitmen dan integritas yang tinggi untuk melakukan perubahan pelayanan publik, mereformasi dan mempertajam alokasi anggaran program dan kegiatan yang boros dan penuh “mark-up” menjadi anggaran tepat sasaran, efektif dan efisien; mereformasi birokrasi tambun dan lamban, menjadi birokrasi yang berisi orang-orang kompeten, berintegritas, punya semangat melayani, dan tidak korupi.
                                                                                                        
                                   


Shanghai Kota Terbesar di China

Shanghai Kota Terbesar di China yang Makin Meraksasa


Langit cerah dengan udara sejuk sekitar 17 derajad celsius sepoi-sepoi membelai wajah begitu kita menjejakkan kaki di Bandara Internasional Pudong Shanghai setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan sekitar 7 jam dari Jakarta, dan penerbangan sempat delayed selama 3 jam di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Baru terbang dari Jakarta sekitar jam 3 dini hari dari rencana penerbangan sebelumnya tengah malam jam 24.00. Dari Bandara Pudong ke pusat kota Shanghai bisa dilakukan dengan kereta Shanghai Maglev Train, yang merupakan transportasi kota yang paling praktis.
Shanghai merupakan kota terbesar di China dengan penduduk 22 juta jiwa melebihi penduduk Beijing yang 20 juta. Kota ini memiliki sejarah panjang dimana di masa lalu pernah dalam cengkeraman Inggris dan Jepang, dan pernah diporakporandakan sehingga kondisi kota sempat rusak parah. Sekarang Shanghai tumbuh secara signifikan menjadi kota industri, keuangan, perdagangan dan jasa, bahkan kemungkinan dalam sepuluh tahun ke depan bisa menyaingi Tokyo atau bahkan melebihinya, atau bisa jadi menjadi kota terbesar dan pusat bisnis di Asia. Hal ini bukan tidak mungkin mengingat pertumbuhan kota ini sangat luar biasa, dari tadinya sebagian besar rawa-rawa menjadi kota yang indah dengan bangunan sekitar 300 gedung-gedung pencakar langit modern. Kota ini juga memiliki banyak miliarder terkenal di China yang tinggal dan berbisnis di kota Shanghai, termasuk miliarder perempuan terkaya di dunia.

Gemerlap di Malam Hari
Kota Shanghai terdiri dari kota lama dinamai kawasan Puxi dan kota baru yang disebut Pudong yang dibelah oleh sungai besar Huangpu yang relatif bersih,  di kawasan Puxi kita akan banyak menemui bangunan-bangunan peninggalan masa lalu yang jadi pengingat sejarah kota Shanghai, sedangkan di kota baru merupakan simbol kedigdayaan China modern yang saat ini mulai menggeliat menjadi raksasa ekonomi dunia. Citra geliat raksasa ekonomi dan bisnis modern di Shanghai bisa dilihat dari tempat-tempat hiburan yang tumbuh menjamur seiring dengan kebutuhan kota bisnis yang menjadi lalulintas para pelaku bisnis dari berbagai Negara. Situasi ini  juga tentunya mempengaruhi  gaya hidup masyarakat China di Shanghai yang telah berubah, mereka tak ubahnya remaja atau eksekutif muda di belahan Barat sana. Di malam hari Shanghai berubah menjadi gadis cantik yang penuh make up dengan pakaian yang ngejreng, gemerlap taburan lampu warna-warni memenuhi gedung-gedung di kota Shanghai termasuk Oriental TV Tower yang menjadi salah satu ikon kota besar ini.
Keindahan kota Shanghai bisa kita nikmati dengan ikut night cruising atau berlayar di malam hari mengarungi sungai Huangpu yang membelah kota. Sungai ini memiliki panjang 114 kilometer dan lebar kira-kira 400 meter atau bisa ditempati sepuluh kapal cukup besar berjajar di tempat tersebut, dan cukup dalam sehingga kapal pesiar mewah besar yang bertingkat lima bisa berlayar di sungai ini. Dari atas kapal kita bisa duduk-duduk di dek kapal atau dari dalam ruangan duduk kapal untuk menikmati suasana malam dan gemerlapnya warna-warni sorotan lampu gedung-gedung tinggi di kota Shanghai. Ini menjadi pengalaman yang luar biasa, karena ini mungkin satu-satunya tempat di dunia dimana kita bisa cruising di malam hari di tengah kota dengan semacam kapal pesiar. Kalau di tempat lain, seperti pengalaman penulis, misal dinner cruising di Baltimore dan di Bali yang cruisingnya di teluk atau pantai bukan dalam suasana menikmati gemerlapnya kota.

Penduduk dan Transportasi Kota  
Kota Shanghai yang berada di wilayah China bagian Selatan kalau musim panas suhunya bisa panas sekali sekitar 42 derajad Celsius, memiliki karakteristik penduduk yang berbeda dengan penduduk China yang berada di utara seperti Beijing. Para pria Selatan ini lebih lembut dibanding dengan para pria dari  Beijing yang lebih keras dan dominan. Justru perempuan Selatan lebih keras dan dominan, makanya bagi para cewe carilah pria Shanghai yang lebih lembut dan romantis.  Di sisi lain kebijakan kependudukan di China masih menerapkan “One family one child”, kebijakan satu anak. Namun kebijakan ini sekarang agak diperlonggar khususnya di daerah pedesaaan yang sekarang ini mulai kekurangan tenaga kerja yang menggarap pertanian, di pedesaan setiap keluarga diperbolehkan memiliki dua anak.  
Gaya hidup para keluarga di Shanghai sekarang telah mengalami banyak perubahan, kalau generasi sebelumnya yang tua-tua harus kerja keras untuk mengejar kemakmuran, maka generasi anak-anak merupakan generasi penikmat kekayaan yang lebih manja. Sebelumnya dua dekade lalu, masyarakat China sulit untuk memiliki kekayaan, tapi sekarang bahkan banyak yang kaya raya dan menjadi konglomerat dunia. Sekarang para keluarga di perkotaan China seperti Shanghai banyak yang memasukkan anaknya untuk belajar ballet dan musik, yang mungkin tidak akan kita temui di masa lalu. Masyarakat China sekarang adalah berbadan komunis berwajah kapitalis.
Kota Shanghai meskipun menjadi kota terbesar di China dengan jumlah penduduk melebihi Beijing, akan tetapi kita tidak pernah terlihat kemacetan lalulintas separah dan sesemrawut seperti Jakarta. Kemacetan terjadi terjadi di beberapa tempat pada saat jam berangkat dan pulang kerja, tapi masih teratur. Sarana transportasi publik yang ada adalah bus kota, taxi, kereta api dan subway atau kereta bawah tanah. Yang membedakan dengan kota-kota di Indonesia, kita di China tidak banyak menemui sepeda motor ada di jalan raya. Penduduk umumnya memanfaatkan public transportation yang tidak terlalu mahal. Mobil di China harganya murah tetapi pajak kendaraannya mahal dan biaya parkirnya tinggi. 

Belanja dan Wisata
Membicarakan Shanghai mau tidak mau kita harus bicara juga tentang belanja dan wisata. Tentu ini tidak boleh dilewatkan begitu saja, tanpa belaja dan wisata tidak lengkap dalam menikmati kota Shanghai. Tempat yang paling banyak dikunjungi turis baik domestic China maupun asing adalah Nanjing Road. Sepanjang jalan ini penuh dengan toko-toko pakaian, toko makanan, toko souvenir dan restoran. Toko-toko yang punya branded mendunia juga banyak kita temui di sini, demikian juga resto semacam Mc Donald dan KFC atau tempat minum kopi Starbucks yang banyak kita temui di China khususnya di tempat-tempat wisata. Di Nanjing road ini juga terdapat Subway station.
Tempat wisata di Shanghai yang cukup menarik adalah Yu Yuan Garden, di area yang cukup luas ini banyak kita temui para penjual souvenir di suatu area pertokoan yang didisain dengan gaya khas rumah tradisional China dengan kualitas tinggi dan lingkungan yang sangat bersih. Ya memang secara keseluruhan kota Shanghai, juga kota-kota di China yang penulis kunjungi umumnya tertata rapi infrastrukturnya dan bersih. Selanjutnya tempat yang paling banyak juga dikunjungi turis adalah sebuah taman di tengah kota di tepi sungai Huangpu yang membelah kota Shanghai dengan latar belakang Oriental TV Tower. Tempat ini dijadikan tempat untuk mengabadikan kunjungan kita di kota Shanghai, sebagai “photo stop”. Oleh karena tempat ini memiliki background landscape kota yang menarik, maka juga banyak didatangi calon pengantin untuk pemotretan pre-wedding. Masih banyak tempat wisata lain yang pantas untuk dikunjungi, termasuk wisata kuliner di Shanghai. Shanghai memang layak dikunjungi, dan wisata disini dikemas dengan sangat baik. Kapankah wisata di Indonesia bisa dikemas dengan baik dan termasuk infrastrukturnya?
Drs. H. Bambang P. Sumo, MA


Published in Banten Ekspres April 2013.

Tuesday 16 May 2017

Sajak-Sajak Tangisan Rakyat:

      Apakah itu Namanya Jalan

Apakah itu namanya jalan, kata kang asep
Kenapa tiada batu, tiada aspal, tiada beton tersulam
Apakah itu namanya jalan, gerutu kang asep
Kenapa cuma gulutan tanah penuh comberan

Apa itu namanya jalan, kata teh gendis
Kenapa pak lurah, pak camat, pak kadis
Tak peduli warga menangis
Menunggu sia-sia janji manis.
Serang, Februari 2016
HBP. Sumo


             Janjimu
Buih-buih janjimu akan kucatat
Bukankah itu kata-kata keramat
Yang mungkin engkau lupakan dalam sekejap
Setelah singgasana memberimu nikmat

Buih-buih janjimu akan kucatat
Katanya engkau akan bangun menara kota
Bagai singgasana sang dewa
Engkau tanam bunga-bunga surga
jalan-jalan sehalus sutera
Serang, Februari 2016
HBP. Sumo

         Sang Jawara
Kau lahir dari seorang papa
Tanpa nama
Kenapa engkau berlagak satria
Wahai sang jawara
Siapa engkau sebenarnya
Bersembunyi di balik sorban dan ikat kepala
Bergelimang harta dan wanita
Berayun di hamparan tahta

Engkau catat namamu berdarah biru
Entah darah siapa yang engkau tuangkan
Saudaramu pun tak tahu apa
Tetesan jiwa yang engkau sematkan
Demi puja keagungan raga
Serang, Februarin 2016
HBP. Sumo

Negara yang Peduli

                    Negara yang Peduli dan Melayani
                             
               

Betapa menyedihkan ketika melihat foto yang terpampang di media, beberapa anak sekolah yang harus menyeberangi sungai yang cukup dalam untuk bisa mencapai sekolahnya karena tiadanya jembatan. Itu hanya salah satu dari sekian potret buram pelayanan dari negara terhadap warganya. Potret buruk pelayanan publik di negeri ini disebabkan  para penyelenggara negara dan pemerintahan yang menjadi penyelenggara pelayanan publik masih abai dengan tanggung jawabnya dalam melayani warga. Mereka masih melakukan “business as usual” ataupun berbuat sekedarnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan belum ada keinginan sangat kuat untuk berubah atau move on dengan mencari terobosan dan inovasi dalam peningkatan kualitas pelayanan sesuai dengan/atau melebihi dengan standar pelayanan yang ditetapkan. Belum ada perubahan mindset bahwa mereka harus menjadi pelayan publik yang baik, sebaliknya malah terus minta dilayani atau “diservice”. Hanya sekedar melakukan apa yang sudah berjalan selama ini. Masyarakat belum banyak merasakan nyamannya buah pembangunan; malahan beberapa warga masyarakat di Banten Selatan sewaktu dikunjungi sering mengeluh dengan sinis bahwa mereka merasa negeri ini belum merdeka atau ada yang mengatakan: “Hanya inikah yang negara janjikan kepada kami”.
Bukti dari buruknya kualitas pelayanan publik di negeri ini antara lain bisa dilihat dari buruknya pelayanan transportasi di berbagai kota di Indonesia; buruknya infrastruktur, seperti jalan-jalan yang rusak masih berserak di seluruh pelosok negeri termasuk yang sangat parah adalah di wilayah-wilayah perbatasan, jalan penghubung antar kecamatan dan antar desa; fasilitas pendidikan yang memprihatinkan seperti bangunan sekolah dasar yang compang-camping sehingga siswa terpaksa belajar di emper bangunan atau siswa belajar tanpa ruangan kelas yang layak dan duduk bersila di ubin serta masih adanya pungutan di sekolah dengan berbagai modus; pelayanan rumah sakit dan Puskesmas yang masih banyak dikeluhkan; pelayanan perijinan yang berbelit dan mengalami penundaan yang berlarut, tidak kompeten dan penyalahgunaan kewenangan, juga pungutan di luar ketentuan yang masih marak. Hampir semua pelayanan di sektor-sektor lain juga masih buruk. Hal tersebut bisa dilihat dari hasil survey kepatuhan  terhadap standar pelayanan publik berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang dilakukan Ombudsman Republik Indonesia pada tahun 2015 dan tahun 2016, sebagian besar kementerian dan lembaga negara, provinsi dan kabupaten/kota berada di zona merah dan kuning yang artinya pelayanan publik yang mereka selenggarakan masih buruk atau kepatuhan mereka masih sangat rendah dalam menerapkan standar pelayanan publik yang diperintahkan undang-undang.

Abai Standar Pelayanan
Mengapa sebagian besar produk layanan di instansi atau satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota dinilai tidak patuh terhadap standar pelayanan publik; sedangkan instansi vertikal lebih patuh terhadap ketentuan yang ditetapkan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik? Instansi vertikal lebih menyadari akan pentingnya menerapkan standar pelayanan publik dalam upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, dengan mematuhi ketentuan yang diamanatkan oleh undang-undang. Mereka membuat SOP yang harus dilaksanakan oleh seluruh kantornya. Di pihak lain, pemerintah daerah justru banyak abai dan tidak antusias dalam menerapkan standar pelayanan publik. Oleh karena itu tidak aneh apabila dari hasil penelitian terhadap standar pelayanan publik, sebagian besar pemerintah daerah masuk dalam kategori Zona Kuning kategori kepatuhan sedang, dan Zona Merah kategori kepatuhan rendah. Ini berarti hak warganegara untuk mendapatkan pelayanan publik yang baik (the right to good administration) tidak terpenuhi.
Hak masyarakat untuk mendapat pelayanan dari negara masih banyak diabaikan, birokrasi tampaknya sulit berubah menjadi aparat birokrasi yang melayani. Keluhan masyarakat tampaknya tidak pernah didengar, seperti sekarang terkait hak masyarakat untuk mendapatkan KTP elektronik, masih jutaan masyarakat yang sudah direkam belum mendapat KTP elektronik karena tidak tersedianya blangko KTP oleh Kementerian Dalam Negeri, disamping masih terdapat 20 juta warga yang belum direkam data kependudukannya. Masih jutaan anak-anak dan orang dewasa yang belum memiliki akte kelahiran. Masih jutaan anak yang harus drop out dari bangku sekolah karena mahalnya biaya pendidikan dan masih jutaan yang menganggur karena tidak bisa diterima di pasar kerja karena tidak dimilikinya ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

Perlu Pengawasan
Pelayanan publik yang buruk mengindikasikan adanya maladministrasi, sedangkan maladministrasi menuju pintu ke arah korupsi. Oleh karena itu dengan adanya upaya pencegahan maladministrasi ini diharapkan bisa mencegah dan mengurangi kasus-kasus korupsi yang terjadi di berbagai sektor, berbagai tingkatan dan lembaga penyelenggara pelayanan publik serta birokrasi di eksekutif, yudikatif dan legislatif. Maladministrasi sendiri menurut UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI pasal 1 adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immaterial bagi masyarakat dan orang perseorangan. Dengan demikian upaya-upaya dalam pemberantasan korupsi sebaiknya tidak hanya fokus pada upaya-upaya penindakan tetapi juga dengan meningkatkan upaya pencegahan maladminstrasi. Disinilah letak pentingnya fungsi Ombudsman RI dalam melaksanakan pengawasan atau fungsi checks untuk mencegah terjadinya maladministrasi. Sebagai state auxiliary institution, Ombudsman dapat melaksanakan fungsi checks multi arah termasuk vertikal ke atas dan juga menjadi balancing instrument bagi cabang kekuasaan dan lembaga negara lainnya, sepanjang sesuai dengan delegation of rule-making power yang diperintahkan undang-undang atau ketentuan hukum yang ada di atasnya (Hendro Nurtjahyo dalam disertasi “Fungsi dan Kedudukan Ombudsman Dalam System Checks and Balances Ketatanegaraan Indonesia).
Kasus-kasus laporan maladministrasi dari tahun ke tahun cenderung semakin meningkat.  Angka maladministrasi dari seluruh provinsi di Indonesia terus bertambah dan semakin banyak yang mengadu, angka laporan yang secara nasional sekarang mendekati angka 10 ribu kasus, diyakini hanya berupa permukaan gunung es, akan tetapi sebenarnya kasus maladministrasi pelayanan publik sangat besar. Masih banyak masayarakat yang segan dan takut melaporkan, atau banyak yang tidak tahu kemana mau melaporkan.
Buruknya pelayanan publik akan berdampak pada rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Banyak program dan kegiatan yang tidak memenuhi target sasaran yang diharapkan. Mengingat pengertian pelayanan publik sangat luas, atau bila merujuk ke UU Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Janji Kepala Daerah
Setelah terpilih dan dilantik, banyak kepala daerah yang hanya duduk manis menikmati singgasana empuk sambil banyak melakukan pencitraan dan melupakan janji yang telah ditebar semasa pemilihan kepala daerah. Masyarakat menunggu dari semenjak tahun pertama sampai akhir masa periode jabatan, janji tersebut tak kunjung berwujud. Masyarakat masih belum merasakan getar pembangunan wilayahnya, apalagi berbicara tentang kesejahteraan yang dijanjikan. Dalam kenyataan, pelayanan publik masih buruk dan tingkat kemiskinan serta pengangguran masih tinggi. Masyarakat masih mengeluhkan tentang pelayanan dasar yang belum seperti diharapkan. Dan sudah barang tentu masyarakat tidak pernah melupakan janji-janji yang mereka tebarkan dengan manisnya semasa kampanye pemilihan kepala daerah.
Kepala daerah menjadi harapan masyarakat untuk mewujudkan reformasi birokrasi di pemerintahan, tapi reformasi birokrasi sampai saat ini masih menjadi retorika dan belum banyak dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh penyelenggara negara dan pemerintahan. Birokrasi masih menikmati nyamannya situasi status quo seperti sekarang ini. Hanya beberapa kepala daerah yang bersungguh-sungguh mau melaksanakannya, meskipun mendapat hambatan serius dari aparat di bawahnya.
Kita berharap, kepala daerah baik yang lama maupun yang baru terpilih, melakukan perubahan yang signifikan terhadap tata kelola pemerintahan. Bersungguh-sungguh untuk memajukan daerahnya, tidak hanya sekedar membuat program-program populis atau program pencitraan yang tidak bisa mengangkat kesejahteraan masyarakat, menurunkan kemiskinan dan pengangguran. Disini diperlukan komitmen dan integritas yang tinggi untuk melakukan perubahan pelayanan publik, mereformasi dan mempertajam alokasi anggaran program dan kegiatan yang boros dan penuh “mark-up” menjadi anggaran tepat sasaran, efektif dan efisien; mereformasi birokrasi tambun dan lamban, menjadi birokrasi yang berisi orang-orang kompeten, berintegritas, punya semangat melayani, dan tidak koruptif. Upaya yang sungguh-sungguh harus dimulai dari kepala daerah dan pimpinan lembaga atau instansi, dengan semangat ing ngarso sung tulodo yang dipraktekkan dengan penuh keik

Sunday 12 October 2014

Berharap Dari Pemerintah Baru: Bisakah Terwujud?



Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo yang populer dipanggil Jokowi dan Muhamad Jusuf Kalla sedang menyiapkan transisi kepemimpinan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sembari menunggu pelantikan pada tanggal 23 Oktober mendatang. Indonesia sebentar lagi akan memiliki presiden baru yang merupakan presiden ke-7. Harapan masyarakat terhadap Presiden terpilih Jokowi sangat besar, dan berharap terjadi perubahan yang signifikan untuk Indonesia. Harapan tersebut ternyata tidak hanya dari masyarakat Indonesia saja tetapi juga dari masyarakat internasional yang mengharapkan Indonesia sebagai negara muslim dan demokrasi yang besar di dunia bisa menjadi negara yang demokratis dan sejahtera serta ikut berpartisipasi dalam panggung dunia. Namun tampaknya Jokowi sebagai Presiden terpilih tidak akan sempat berbulan madu atau terbuai dalam suka cita, karena akan menghadapi tantangan yang berat begitu pelantikan di bulan Oktober mendatang dan begitu SBY menyerahkan tampuk kekuasaannya. Warisan berbagai masalah akan langsung dihadapi di depan mata, dari RAPBN 2015 yang sulit untuk memenuhi janji politik, defisit  anggaran yang cukup besar, ruang fiskal yang sempit, hutang pemerintah yang makin membesar dengan debt service ratio yang makin meningkat dari tahun ke tahun, subsidi BBM yang membengkak bagai gajah dan menjadi beban yang sangat mengganggu karena menyedot habis anggaran pembangunan, juga kelangkaan BBM yang terjadi di hampir semua wilayah di Indonesia karena adanya pengurangan kuota BBM. Di pihak lain Jokowi juga menghadapi tantangan untuk merumuskan arsitektur kabinet yang tepat dan efisien, yang sekarang ini sedang ditangani oleh Kantor Transisi.

Janji Politik
Janji-janji politik selama Pemilu Presiden sudah tercatat dengan baik di benak masyarakat Indonesia, dan tentu saja masyarakat tidak akan lupa serta setiap saat akan terus menagihnya sampai janji itu dilunasi. Sudah barang tentu Presiden terpilih harus bekerja keras untuk mewujudkannya selama periode lima tahun jabatannya. Bila janji itu tidak ditepati, masyarakat akan memberi sangsi pada pemilu mendatang tidak akan memilihnya lagi. Banyak program populis yang ditawarkan ke masyarakat, seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), subsidi untuk masyarakat miskin, pupuk dan benih untuk petani, bantuan untuk nelayan, pembangunan desa, bantuan untuk UMKM, penguatan industri kreatif, perluasan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan buruh, peningkatan pelayanan masyarakat atau public services melalui pelayanan elektronik yang cepat, mudah dan murah khususnya di bidang perijinan. Belum lagi pemerintah baru harus merealisasikan janji-janji besar lainnya seperti poros maritim dunia dan tol laut, masalah infrastruktur, kedaulatan pangan dan energi, peningkatan kualitas dan sarana pendidikan serta pendidikan yang bisa diakses dan terjangkau seluruh masyarakat, peningkatan kualitas SDM, peningkatan derajad kesehatan masyarakat, pengurangan impor dan peningkatan ekspor, masalah pertambangan, masalah kemiskinan, pengangguran, peningkatan alutsista TNI dan pertahanan nasional serta industri strategis, lingkungan hidup, kebudayaan dan penguatan sektor-sektor lainnya. Bisakah janji-janji dan harapan itu diwujudkan oleh pemerintah baru? Tentu harus bisa terwujud meskipun perlu kerja sangat keras. Bukan sekedar janji pemilu yang menguap begitu saja bak pepatah lidah tak bertulang, seribu janji kan kuberi. Namun demikian dengan melihat postur RAPBN 2015 yang tidak menyisakan ruang untuk program-program pemerintah baru karena habis untuk mendanai subsidi BBM  dan membayar pokok dan bunga hutang yang ratusan triliun karena sektor pendapatan yang berkurang. Sektor pendapatan yang tidak bisa digenjot dan cenderung malah turun, padahal sektor pembiayaan justru  makin meningkat menyebabkan adanya defisit anggaran ratusan triliun pada RAPBN 2015. Lalu bagaimana Jokowi dan tim kabinetnya nantinya bisa mewujudkan janji-janji politik yang sudah telanjur menggelinding di masyarakat. Mau tidak mau Jokowi dan tim transisinya mesti duduk bersama dengan Presiden SBY dan timnya untuk membahas revisi, penajaman dan perampingan atau pemotongan dari RAPBN 2015, juga defisit anggaran harus bisa dikurangi secara signifikan kalau memang tidak mungkin untuk ditiadakan. Pembahasan ini sudah pasti akan terkait dengan pengurangan subsidi BBM, untuk dapat dilakukan realokasi  ke program dan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat, penanggulangan kemiskinan, serta membantu pertumbuhan ekonomi mikro dan mendorong kewirausahaan serta pertumbuhan ekonomi rakyat. Tampaknya janji-janji Jokowi hanya beberapa yang akan bisa direalisasikan pada tahun 2015 dengan melihat RAPBN 2015, kecuali Jokowi dan tim ekonomi SBY bisa menemukan solusi yang tepat dan dapat mengakomodasi beberapa program Presiden terpilih. Misalnya dengan melakukan penajaman dan pemangkasan anggaran dan program/kegiatan yang “gemuk”, dan juga program/kegiatan yang cenderung “overlapping” di antara kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian. Disamping itu penajaman dan realokasi anggaran pada RAPBN 2015 juga sangat tergantung dari postur arsitektur kabinet  Jokowi.

Perampingan Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non-Kementerian
Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, dalam menjalankan tugasnya Presiden dapat membentuk Menteri Koordinasi dan Menteri dengan mempertimbangkan efisiensi, efektivitas, cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas, kesinambungan, keserasian dan keterpaduan pelaksanaan tugas serta perkembangan lingkungan global dengan jumlah keseluruhan paling banyak tiga puluh empat kementerian dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak Presiden mengucapkan sumpah/janji. Sehingga Presiden hanya mempunyai waktu yang pendek sekitar dua minggu setelah pengucapan sumpah/janji untuk membentuk kabinet yang akan membantunya. Dengan demikian apa yang dilakukan Jokowi bersama Tim Transisi sudah tepat, yaitu mempersiapkan arsitektur kabinet dari semenjak sekarang dengan menerima masukan dari berbagai pihak. Berdasarkan ketentuan undang-undang, jumlah kementerian paling banyak 34 dan bisa kurang dari jumlah tersebut.
Namun demikian terdapat beberapa kementerian yang berdasarkan ketentuan undang-undang tidak boleh diubah dan dibubarkan, yaitu Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pertahanan. Sedangkan khusus untuk Kementerian agama, hukum, keuangan dan keamanan hanya dapat diubah melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. U             ntuk Kementerian lainnya bisa dilakukan pengubahan dengan penggabungan, pemisahan atau pembubaran yang mempertimbangkan beberapa aspek sesuai ketentuan undang-undang, Presiden akan minta pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat dengan waktu paling lama tujuh hari kerja sejak surat Presiden diterima DPR. Bila selama tujuh hari kerja sejak surat Presiden diterima DPR, dan DPR belum memberikan pertimbangan maka secara langsung dianggap DPR telah memberikan pertimbangan. Meskipun undang-undang memperbolehkan untuk melakukan penggabungan, pemisahan atau pembubaran Kementerian, namun perlu diingat dan dipertimbangkan pula secara hati-hati dan seksama dampak dari hal tersebut. Bila kita ingat pada waktu era Presiden Abdulrahman Wahid atau Gus Dur yang telah membubarkan Departemen Penerangan dan Departemen Sosial, kemudian melakukan penggabungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan, dan penggabungan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah mengakibatkan goncangan yang hebat di kalangan pegawai dan masyarakat. Dampak pembubaran dan penggabungan itu begitu pelik dan kompleks baik yang menyangkut pegawai, asset, dampak psikologis pegawai dan masalah kultur organisasi yang tidak bisa diselesaikan dalam setahun. Sehingga menyebabkan kerugian yang luar biasa, karena program dan kegiatan untuk masyarakat menjadi terabaikan. Sehingga pada akhirnya Departemen Sosial dihidupkan lagi, juga Departemen Penerangan dihidupkan lagi dengan baju baru Kominfo. Demikian pula Departemen Perindustrian dan Perdagangan dipisah lagi. Jadi pemilihan opsi, apakah jumlah kementerian dalam posisi status quo atau tetap 34, atau jumlahnya dikurangi beberapa, atau menjadi sangat ramping sekitar 20-25, semua itu agar melalui kajian yang mendalam dengan mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan. Selain itu adanya perampingan jumlah Kementerian akan menyebabkan Presiden dan pembantunya akan habis waktunya untuk mengurusi masalah pegawai dan sarana dan prasarana atau asset yang akan dilimpahkan. Program-program Presiden akan terhambat, atau janji-janji politik Presiden akan sulit diwujudkan, dan kemungkinan pada tahun 2016 baru bisa berjalan normal. Belum lagi Presiden akan mengalami sikap resistensi dari aparat birokrasi. Kemudian juga dampak penggabungan dan pembubaran Kementerian tersebut  bak bola salju akan menggelinding ke pemerintah daerah. Pemerintah daerah pasti harus melakukan penyesuaian melalui reorganisasi dan revisi anggaran, yang membutuhkan waktu yang panjang karena harus melalui Perda yang disusun bersama DPRD.
Alangkah baiknya bila pemerintah baru yang dipimpin Presiden terpilih Jokowi sementara ini masih mempertahankan Kementerian yang ada, atau hanya melakukan perubahan atau penyesuaian nama Kementerian sesuai visi dan misi yang diharapkan, atau melakukan perubahan sangat minimal terhadap Kementerian yang tidak menangani program untuk masyarakat secara langsung, misalnya dengan menghilangkan Menteri Sekretaris  Kabinet, kemudian kewenangan, urusan dan tupoksinya digabungkan dengan Sekretariat Negara. Usulan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: Pertama, melakukan penyerasian untuk kewenangan, urusan, dan tugas, pokok dan fungsi (tupoksi) di masing-masing kementerian. Oleh karena ada kecenderungan tumpang tindih dalam aspek-aspek tersebut di antara beberapa Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non-Kementerian. Ada indikasi beberapa Direktorat Jenderal/Deputy atau direktorat/biro dibentuk hanya untuk mencarikan jabatan untuk para pejabatnya. Misalnya, di Kementerian Perhubungan terdapat Dirjen Perkereta-apian. Apakah tidak sebaiknya Dirjen tersebut dihilangkan, selanjutnya kewenangan, urusan dan tupoksinya dikembalikan ke PT. KAI. Sehingga tidak ada dua nahkoda yang menangani perkereta-apian di Indonesia. Juga di Kementerian Dalam Negeri terdapat nomenklatur Dirjen (Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil) sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN). Kedua, penyerasian, pengelompokan dan penajaman beberapa program dan kegiatan yang ada di Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non-Kementerian, karena terdapat beberapa Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non-Kementerian yang sama-sama menangani program yang sasarannya anak, remaja, bantuan sosial, pemberdayaan ekonomi. Selain itu terdapat beberapa program dan kegiatan yang dilaksanakan bukan merupakan “core business” lembaga tersebut. Ketiga, dengan adanya penyerasian kewenangan, urusan dan tupoksi serta program, maka perlu dilakukan reorganisasi dengan melakukan perampingan di struktur organisasi Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non-Kementerian, karena sebagian besar Kementerian memiliki organisasi yang cenderung “gemuk” dan dibentuk untuk memperbanyak jabatan di lembaga tersebut atau untuk pemerataan  alias bagi-bagi jabatan. Pengurangan jumlah Dirjen/Deputy dan Direktorat/Biro perlu dilakukan, sehingga gerak lembaga tersebut  lebih lincah dan fokus hanya menangani program/kegiatan yang menjadi “core business”-nya, dan dengan sendirinya akan menghemat anggaran dan dapat dilakukan realokasi anggaran ke program /kegiatan lainnya.
Program Prioritas dan Strategis
Sesuai visi dan misi serta janji-janji politiknya, Presiden terpilih Jokowi memiliki beberapa program unggulan atau prioritas, dan akan menjadi program nasional yang strategis. Untuk bisa meluncurkan program nasional strategis tersebut tentu diperlukan lembaga yang efektif dan efisien serta lincah geraknya, yang didukung dengan SDM yang kompeten dan mau bekerja keras. Dengan melalui pembenahan dan perampingan atau reorganisasi di Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non-Kementerian maka diharapkan janji-janji politik Presiden dapat dijalankan dengan baik di tingkat pusat. Agar program nasional strategis yang menjadi andalan Presiden bisa meluncur dengan mulus sampai ke daerah tentu membutuhkan komitmen besar pula dari pemerintah daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota. Masalah yang mungkin menghadang setelah era otonomi daerah sekarang ini adalah pertama, sebagian besar Kementerian tidak punya “kaki” atau dinas vertikal di Propinsi dan Kabupaten/Kota, kecuali Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia, dan Kantor Pengadilan. Kedua,  banyak Kepala Daerah yang berasal dari partai yang bukan pengusung Presiden Jokowi. Ketiga, komitmen yang kurang dari Kepala Daerah di tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota terhadap program pusat khususnya yang bukan program fisik dan yang diinginkan mereka hanya uang dari pusat. Keempat,  nomenklatur dari Dinas/Kantor yang berbeda dari Kementerian sehingga sering merepotkan koordinasi antara pusat dan daerah. Untuk mengatasi masalah tersebut, dan supaya Presiden bisa melaksanakan program nasional dengan berhasil, maka untuk program-program nasional strategis misalnya di bidang infrastruktur,  kesehatan, pendidikan, pangan, maritim, pemberdayaan ekonomi rakyat/UMKM dan program strategis lainnya agar ditangani Kementerian dengan didukung Intansi Vertikal di Propinsi dan Kabupaten/Kota sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat. Instansi-instansi vertikal di Propinsi dan Kabupaten/Kota tersebut pegawai dan pejabatnya diangkat dan berstatus sebagai pegawai pusat. Sehingga apabila tidak berhasil maka pemerintah pusat bisa mengganti dan memberi sangsi kepada mereka. Hal tersebut  tentu akan lebih menjamin keberhasilan program-program nasional yang menjadi unggulan. Selanjutnya diperlukan pula kerjasama, bantuan/dukungan dan koordinasi dari para Kepala daerah di Propinsi dan Kabupaten/Kota.
Drs. H. Bambang P. Sumo, MA
Pemerhati Masalah Sosial, Politik dan Budaya; Alumni University of Hawaii at Manoa, USA; dan Health Communication Program, School of Public Health, Johns Hopkins University, USA
Dimuat di Harian Kabar Banten, 26 Agustus 2014